Diterbitkan Tanggal: 29-Oct-2015

oleh Admin Humas

Semiloka Grasi Wilayah Regional 3

Semiloka Grasi Wilayah Regional 3

Dalam rangka mengurangi over kapasitas (Crowding) yang terjadi dalam Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) dan Rumah Tahanan (RUTAN) dengan pemberian Grasi sesuai UU No. 5 Tahun 2010, Direktorat Pidana Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum menyelenggarakan kegiatan “Semiloka Grasi Sebagai Mekanisme Penanggulangan Over Kapasitas Pada Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan di Seluruh Indonesia”. Kegiatan kali ini bertempat di Hotel Grand Clarion Makassar (26-28/10/15) dengan Wilayah Regional 3 yaitu Sulawesi dan sekitarnya, ini merupakan kegiatan yang ketiga kalinya setelah wilayah Regional 1 Sumatera dan sekitarnya, kemudian wilayah Regional 2 Bali dan sekitarnya, serta masih ada 2 (dua) wilayah regional Jawa Tengah dan wilayah regional Jawa barat.

Makassar, 26 – 28 Oktober 2015 – Sesuai Undang - Undang RI No. 5 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 22 Tahun 2002 Tentang Grasi. Bahwa grasi pada dasarnya adalah pemberian dari Presiden dalam bentuk pengampunan yang berupa perubahan, peringanan, pengurangan atau penghapusan pelaksanaan putusan kepada terpidana. Dengan demikian, pemberian grasi bukan merupakan persoalan teknis yuridis peradilan dan tidak terkait dengan penilaian terhadap putusan hakim. Pemberian grasi bukan merupakan campur tangan Presiden dalam bidang yudikatif, melainkan hak prerogatif Presiden untuk memberikan ampunan. Kendati pemberian grasi dapat mengubah, meringankan, mengurangi atau menghapuskan kewajiban menjalani pidana yang dijatuhkan pengadilan, tidak berarti menghilangkan kesalahan dan juga bukan merupakan rehabilitasi terhadap terpidana.

 

Dalam rangka mengurangi over kapasitas (Crowding) yang terjadi dalam Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) dan Rumah Tahanan (RUTAN) dengan pemberian Grasi sesuai UU No. 5 Tahun 2010, Direktorat Pidana Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum menyelenggarakan kegiatan “Semiloka Grasi Sebagai Mekanisme Penanggulangan Over Kapasitas Pada Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan di Seluruh Indonesia”. Kegiatan kali ini bertempat di Hotel Grand Clarion Makassar (26-28/10/15) dengan Wilayah Regional 3 yaitu Sulawesi dan sekitarnya, ini merupakan kegiatan yang ketiga kalinya setelah wilayah Regional 1 Sumatera dan sekitarnya, kemudian wilayah Regional 2 Bali dan sekitarnya, serta masih ada 2 (dua) wilayah regional Jawa Tengah dan wilayah regional Jawa barat.

 

Semiloka wilayah regional 3 dengan peserta Kalapas, karutan, kapabas dan karubasan wilayah Sulawesi, Maluku dan Papua dengan narasumber dari Kementerian Hukum dan HAM antara lain Dirjen Pemasyarakatan I Wayan K. Dusak, Dirjen HAM Mualimin Abdi, Kepala Balitbangham Y. Ambeg Paramarta dan BNN Ida Utari.

 

Dirjen Pemasyarakatan I Wayan K. Dusak menjelaskan tentang visi Ditjen Pemasyarakatan yaitu menjadi penyelenggara pemasyarakatan yang profesional dalam penegakan hukum dan perlindungan HAM. Selian itu I Wayan Dusak juga menjelaskan langkah-langkah pengembangan PAS melalui menarik investor bekerjasama dengan pemerintah dan badan usaha penyedia infrastruktur Lapas sebagaimana diamanatkan Pasal 5 huruf r Perpres No. 38 Tahun 2015 dan pembangunan dan penetapan pilot project Lapas Sentra Industri.

 

Inspektur Jenderal Kemenkumham Aidir Amin Daud menjelaskan tentang budaya kerja “Kami PASTI” adalah suatu prestasi kinerja Kementerian Hukum dan HAM yang bukan hanya menjadi tanggung jawab Unit Eselon 1, namun juga bergantung pada sinergitas seluruh satuan kerja. Aidir juga menjelaskan tentang Resiko-resiko yang terjadi pada pemasyarakatan selain over kapasitas / over crowded antara lain juga kurangnya sarana dan prasarana, kurangnya SDM/kompetensi serta kurangnya pengawasan dalam bidang pungli/gratifikasi, pelanggaran disiplin dan administrasi serta kaderisasi yang tidak terbina optimal.

 

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan HAM Y. Ambeg Paramarta menjelaskan tentang Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Haka Asasi Manusia yaitu Hak Asasi Manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan dan tidak boleh diabaikan, dikurangi atau dirampas oleh siapapun. Sedangkan tujuan pidana penjara pemasyarakatan bukan hanya menimbulkan derita bagi narapidana, pidana bukanlah tindakan balas dendam dari negara tetapi cara untuk memberikan bimbingan. Serta Reintegrasi sosial adalah pemulihan kesatuan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan narapidana sebagai mahluk sosail. Dalam reintegrasi sosial terkandung makna hak narapidana dan kewajiban negara untuk menghormati, melindungi dan memenuhi HAM.

 

Badan Narkotika Nasional yang diwakili oleh Ida Utari menjelaskan tentang Membangun Sinergi Antara BNN dengan Ditjen PAS Dalam Penanggulangan Narapidana Narkotika di Dalam LAPAS yaitu dengan penyelenggaraan Tim Asesment Terpadu (TAT) di Lapas dan pengembangan layanan rehabilitas di Lapas, penguatan kapasitas penyelenggara layanan rehabilitasi di Lapas, pemberdayaan napi mantan pecandu sebagai peer educator melalui program pasca rehabilitasi dan pengembangan sistem pengawasan tindak penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di dalam Lapas. Sedangkan untuk penangangan napi pengguna narkoba membentuk Tim Satgas yang terdiri dari BNN dan Kemenkumham yang bisa saling bekerjsama dalam melakukan penangkapan, penggeledahan dan penyitaan bilamana terjadi tindak pidana narkotika dan melakukan tukar menukar informasi antara pegawai LP dengan BNN apabila ada informasi tentang jaringan sindikat narkotika yang tetap bekerja di dalam LP. Dan Membuat LP khusus bandar narkotika dengan tingkat keamanan maksimum dan petugas gabungan yang mengawasi.

 

Dan Dirjen HAM Mualimin Abdi menjelaskan tentang Pembinaan Narapidana Berperspektif Hak Asasi Manusia yaitu bahwa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan, narapidana dibekali keterampilan melalui bengkel kerja (bengker) narapidana. Hasil produksi dari kerja narapidana tersebut akan diperjualbelikan ke masyarakat luas, hasilnya akan dibagikan kepada narapidana dengan harapan dapat meningkatkan kesejahteraan. Di dalam pembinaan narapidana pada sistem pemasyarakatan pada saat ini telah dilakukan pembinaan dalam bidang kesenian dan olah raga dalam rangka memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani sesuai dengan UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, terutama terkait dengan penerapan norma standar yang meliputi 10 hak dasar terdapat korelasi yang signifikan terhadap hak-hak narapidana yang terdapat dalam UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pamsyarakatan. “Marilah kita wujudkan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan HAM bagi kelompok rentan” tutup Mualimin. (noe)