Diterbitkan Tanggal: 10-Jul-2017

oleh Admin Humas

Perubahan Aturan, Tanggung Jawab BHP Menjadi Lebih Besar

Perubahan Aturan, Tanggung Jawab BHP Menjadi Lebih Besar

MALANG – Berkembangnya peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan hukum pelaksanaan tugas Balai Harta Peninggalan (BHP), serta adanya perkembangan terhadap organisasi dan tata kerja di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM membuat tanggung jawab BHP menjadi lebih besar.

MALANG – Berkembangnya peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan hukum pelaksanaan tugas Balai Harta Peninggalan (BHP), serta adanya perkembangan terhadap organisasi dan tata kerja di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM) membuat tanggung jawab BHP menjadi lebih besar.

Inspektur Jenderal (Irjen) Kemenkum HAM, Aidir Amin Daud mengatakan salah satu masalah yang dihadapi BHP Kemenkum HAM yang ini sering ditemukannya temuan tidak wajar. Untuk itu diharapkan BHP untuk segera melaporkan administrasi pengelolaan uang ketiga sering ditemukan temuan-temuan yang tidak wajar.

“Dalam pengelolaan Uang Pihak Ketiga, terdapat beberapa permasalahan diantaranya dalam hal administrasi pengelolaan Uang Pihak Ketiga yang menjadi temuan oleh Inspektorat Jenderal. Oleh karena itu, temuan-temuan itu harus segera ditindaklanjuti dengan dengan segera,” kata Aidir, saat menyampaikan paparannya dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Balai Harta Peninggalan se-Indonesia di Hotel Savana, Malang, Jawa Timur, Kamis (6/7/2017).

Aidir menjelaskan uang pihak ketiga merupakan uang yang diperoleh atas penjualan harta kekayaan yang pemiliknya dinyatakan tidak hadir, hasil penjualan dari harta yang tidak terurus, hasil penjualan budel pailit yang tidak diambil oleh kreditor dalam suatu kepailitan dalam hal BHP bertindak sebagai kurator dan uang yang diperoleh dari transfer dana serta Jamsostek.

Sementara, Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kemenkum HAM, Widodo Ekatjahjana menuturkan eksistensi BHP memberikan manfaat dan perlindungan terhadap hak-hak warga negara. Karena itu perlu mendorong peran strategis BHP dalam memberikan kontribusi yaitu pertama, dari dimensi perlindungan hak-hak perdata WNI dan kedua, negara memberi peran optimal di dalam dimensi tersebut.

“Di samping memberikan perlindungan di 1 sisi, negara juga dapat mengambil alih hak-hak konstitusional dan yudisial dimana negara memiliki hak menguasai seperti tercantum dalam Pasal 33 UUD 1945,” jelasnya.

Perwakilan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB), Oskar Fitriano mengungkapkan bahwa ada delapan area perubahan dalam Reformasi Birokrasi, salah satunya adalah manajemen ASN. “Adanya perubahan struktur dalam Unit Pelayanan Teknis (UPT) mengakibatkan perlu diajukan kembali analisis jabatan dan evaluasi jabatan,” ujarnya.

Kepala Bidang Kelembagaan Sekretariat Jenderal Kemenkum HAM, Dede Widyaningsih menambahkan bahwa dalam rangka implementasi pelaksanaan Reformasi Birokrasi di bidang kelembagaan, maka Kemenkum HAM telah melakukan perubahan terhadap Organisasi dan Tata Kerja (Orta) pada Unit Eselon I yang dilanjutkan dengan perubahan Orta Kantor Wilayah dan Unit Pelaksana Teknis (UPT).

BHP, kata dia, merupakan salah satu UPT Kementerian Hukum dan HAM perlu perubahan Orta yang disesuaikan dengan Undang-Undang maupun peraturan yang berlaku. Dede menambahkan. ”Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah mengembangkan jabatan fungsional tertentu untuk peningkatan profesionalisme dan kinerja pegawai yang optimal,” tambahnya.