BOGOR - Rencana perubahan undang-undang Fidusia demi menaikkan peringkat Indonesia di Ease of Doing Business (EoDB) World Bank, terus dibahas Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU).
BOGOR - Rencana perubahan undang-undang Fidusia demi menaikkan peringkat Indonesia di Ease of Doing Business (EoDB) World Bank, terus dibahas Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU).
Sekretaris Direktorat Jenderal (Sesditjen) AHU, Agus Nugroho Yusup mengatakan kajian rancangan Undang-Undang Jaminan Fidusia diharapkan bisa selesai pada tahun 2017. Alasannya, hasil kajian tersebut bisa diajukan pada Badan Legislasi (Baleg) DPR untuk diajukan pada Prolegnas tahun depan.
"Adanya FGD ini diharapkan bisa menghasilkan naskah akademik rancangan undang-undang Fidusia yang nantinya akan dimasukkan ke Prolegnas tahun depan," kata Agus, saat membuka FGD, Senin (25/9/2017).
Direktur Perdata Ditjen AHU, Daulat P. Silitonga menyampaikan salah satu indikator EoDB yakni Getting Credit, Fidusia termasuk di dalamnya. Implementasinya sudah melalui Fidusia online mulai dari pendaftaraan, penerbitan, Surat Keputusan (SK), pencarian data jaminan Fidusia dan perbaikan sertifikat Fidusia secara mandiri serta melakukan sosialisasi kepada stakeholder terkait.
"Hal itu merupakan salah satu cara yang ditempuh untuk meningkatkan peringkat Indonesia dalam EoDB," ujarnya.
Selain itu, kata dia, Ditjen AHU sudah menerapkan sistem online dalam pendaftaran Jaminan Fidusia. Hal ini juga merupakan bentum reformasi birokrasi di Ditjen AHU.
"Strategi Reformasi Birokrasi salah satunya adalah pemanfaatan teknologi informasi sebagai sarana peningkatan kinerja yang dijadikan sebagai salah satu ukuran dalam pelayanan standar dengan harapan akan terwujud data akurat, pelayanan cepat, dan akuntabel”, jelasnya.
Direktur Perancangan Peraturan Perundang-Undangan, Dhahana Putra menjelaskan permasalahan dalam pembentukan Undang-Undang akan berdampak dalam konteks penyusunan perundang-undangan dibagi dalam tiga fase, yaitu permasalahan substansi dimana terdapat keinginan dan kebutuhan yang ada di masyarakat, permasalahan format dimana kualitas penelitian/pengkajian dan naskah akademik menjadi prioritas dalam prolegnas serta permasalahan kelembagaan dimana terdapat egosektoral lembaga.
Dari ketiga permasalahan tersebut, kata dia, permasalahan Jaminan Fidusia ini terdapa pada masyarakat tidak mengetahui dengan jelas manfaat Jaminan Fidusia.
"Pada prinsipnya peraturan perundang-undangan yang baik menjawab kebutuhan atau menyelesaikan permasalahan dan menjawab kebutuhan masyarakat, bukan menimbulkan masalah," ungkapnya.
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM, Risma Indriyani menjelaskan bahwa yang menjadi latar belakang perlunya perubahan Undang-Undang Jaminan Fidusia karena terdapat berbagai kekurangan dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia seperti pendaftaran Fidusia dan penghapusan piutang.
Dia juga menyebutkan hingga saat ini Jaminan Fidusia masih didominasi kendaraan bermotor padahal jangkauan dari Jaminan Fidusia tersebut sangat luas dan dapat menyasar pada objek lain. "Perubahan dan penghapusan Jaminan Fidusia seringkali tidak dilaporkan penerima fidusia sehingga data pada Kantor Pendaftaran Fidusia tidak akurat," tambahnya.
Lebih jauh, Perwakilan World Bank, Aria Suyudi menambahkan terdapat urgensi untuk mengubah Undang-Undang jaminan Fidusia guna meningkatkan peringkat Indonesia dalam kemudahan berusaha atau EoDB.