High Court of Hong Kongtelah menerbitkan putusan yang mengabulkan permintaan Pemerintah RI, melalui Secretary for Justice of Hong Kong, untuk merampassebagian aset-aset yang terkait kasus PT. Bank Century Tbk. yang ditemukan di yurisdiksi Hong Kong SAR. Permintaan itu diajukan oleh Menteri Hukum dan HAM selaku Otoritas Pusat melalui permohonan bantuan hukum timbal balik (mutual legal assistance/MLA) kepada Menteri Kehakiman (Secretary for Justice) Hong Kong SAR, dan akhirnya berdasarkan pada putusan tahun 2014 ini Pemerintah RI berhasil memperoleh putusan yang merampas aset terkait kasus PT. Bank Century kurang lebih sebesar USD 4.076.121 (atau setara Rp.48milyar). Nilai ini bersifat fluktuatif mengingat sebagian besar aset adalah aset derivatif yaitu saham.
Jumlah ini merupakan langkah awal keberhasilan Pemerintah RI untuk mengembalikan aset-aset terkait tindak pidana terkait dengan Bank Century dari luar negeri. Saat ini Pemerintah RI telah berhasil membekukan aset di yurisdiksi lainnya antara lain Jersey sebesar kurang lebih USD 16,5 juta dan Menteri Hukum dan HAM terus melakukan kerjasama dan komunikasi intensif dengan Jaksa Agung Jersey, disamping kerjasama dengan yurisdiksi lainnya yang saat ini sedang berlangsung.
Keberhasilan ini menjadi penting dan bermanfaat sebagai preseden dalam melakukan upaya pengembalian aset dari yurisdiksi lainnya. Pesan yang ingin disampaikan: "Proses asset recovery sangat bergantung dari komitmen kerjasama dua yurisdiksi, dalam hal ini Indonesia dan Hong Kong, dan keberhasilan proses ini seharusnya dapat menjadi contoh bagi negara-negara lain dan menimbulkan optimisme bagi pihak-pihak dalam kerjasama terkait asset recovery."
Terkait dengan aset di Hong Kong, mengingat bahwa proses pengadilan di High Court of Hong Kong masih belum bersifat final, Kementerian Hukum dan HAM beserta Department of Justice Hong Kong setelah melalui konsultasi intensif merujuk kepada hukum di Hong Kong dan preseden hukum internasional sepakat dan bertekad untuk terus mengejar aset lainnya melalui upaya banding. Sebagaimana diketahui putusan ini masih belum mencakup keseluruhan permintaan penyitaan yangdiajukan. Kami berkeyakinan bahwa aset-aset yang dapat disita dan dirampas tidak harus merupakan aset-aset yang langsung terkait dengan terpidana akan tetapi termasuk aset yang berada di bawah kendali terpidana yang dikelola oleh berbagai badan hukum melalui transaksi penempatan yang kompleks.Namun putusan High Court merupakan suatu hasil kerja keras jajaran Kementerian Hukum dan HAM beserta instansi terkait lainnya yaitu: Kejaksaan Agung RI, Kepolisian RI, dan Kementerian Luar Negeri RI. Sebagai informasi, pengacara Rafat Ali Rizvi dan Hesham Al-Warraq juga mengajukan banding atas putusan tersebut, namun berdasarkan pengamatan terhadap jalannya persidangan maka Menteri Hukum dan HAM beserta Secretary For Justice of Hong Kong optimis akan mampu untuk mempertahankan posisi saat ini di pengadilan banding.
Permintaan MLA Pemerintah RI yang diproses dan diajukan oleh Menteri Hukum dan HAM didasarkan pada Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat no. 339/Pid.B/2010/PN.JKT.PST tahun 2010, yang berisi tentang perintah perampasan aset milik dan di bawah kendali Rafat Ali Rizvi, Hesham Al-Warraq, Robert Tantular dan pelaku kejahatan lainnya di Hong Kong. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ini tidak serta merta dapat dieksekusi di negara lain, dan satu-satunya cara untuk mengeksekusinya ialah melalui permintaan bantuan hukum timbal balik (MLA) ke negara lain.
Tim Kementerian Hukum dan HAM bersama-sama dengan Instansi terkait lainnya melalui Department of Justice Hong Kong berhasil meyakinkan hakim High Court of Hong Kong bahwa proses hukum terhadap para pelaku khususnya Rafat Ali Rizvi dan Hesham Al-Warraq yang diputus secara in-absentia telah dilakukan sesuai dengan hukum Indonesia dengan memperhatikan hak-hak mereka sesuai dengan hukum acara yang berlaku. Sebagaimana diketahui argumen utama yang diajukan oleh para pengacara Hesham dan Rafat untuk mematahkan argumen Pemerintah RI adalah proses hukum di Indonesia melanggar hak-hak para pelaku. Selanjutnya, Department of Justice Hong Kong bersama-sama dengan Tim Pemerintah RI berhasil meyakinkan hakim bahwa pendaftaran external confiscation order (ECO) di High Court of Hong Kong (permohonan perampasan aset di Hong Kong berdasarkan putusan pengadilan di Indonesia yang telah berkekuatan hukum tetap sesuai dengan hukum internasional dan hukum Hong Kong). Salah satu argumentasi perlawanan yang sangat gigih diperjuangkan oleh pengacara Rafat dan Hesham adalah bahwa perbuatan Rafat dan Hesham yang menyebabkan kerugian Bank Century bukanlah merupakan tindak pidana melainkan wanprestasi dan pemidanaan kedua orang tersebut bermuatan politis. Kedua argumen tersebut berhasil dipatahkan dengan argumen-argumen yang merujuk pada fakta-fakta dan case laws (preseden) dalam sistem hukum common law.
Upaya Pemerintah RI di Hong Kong ini juga dibarengi dengan berbagai upaya hukum di yurisdiksi asing lainnya. Upaya serius yang telah membuahkan hasil tersebut serta konsistensi upaya di yurisdiksi lainnya dimaksudkan sebagai faktor pencegah serta untuk mengirimkan pesan kepada para koruptor dan yurisdiksi tempat aset hasil tindak pidana khususnya korupsi bahwa tidak ada tempat yang aman untuk menyembunyikan hasil tindak pidana