Diterbitkan Tanggal: 14-Jun-2019

oleh Admin Humas

Ditjen AHU Bahas Pelindungan Cagar Budaya Masa Konfilk Bersenjata

Ditjen AHU Bahas Pelindungan Cagar Budaya Masa Konfilk Bersenjata

Banda Aceh - Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) melalui Sub Direktorat (Subdit) Hubungan Internasional (HI) Direktorat Otoritas Pusat dan Hubungan Internasional (OPHI) menggandeng Universitas Syiah Kuala dan Komite Internasional Palang Merah (ICRC) dalam menggali kembali Cagar Budaya diwilayah Banda Aceh, sesuai dengan adanya Perlindung Undang - Undang Nomor 11 Tahun 2010.
Banda Aceh - Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) melalui  Sub Direktorat (Subdit) Hubungan Internasional (HI) Direktorat Otoritas Pusat dan Hubungan Internasional (OPHI) menggandeng  Universitas Syiah Kuala dan Komite Internasional Palang Merah (ICRC) dalam menggali  kembali Cagar Budaya  diwilayah Banda Aceh, sesuai dengan adanya Perlindung  Undang - Undang Nomor 11 Tahun 2010.

‘’ Setiap Cagar Budaya memiliki nilai sejarah bagi  manusia  yang  dapat  berguna bagi Bangsa Indonesia dalam mengenali peradaban pada masa lampau dan merancang pembangunan untuk masa yang akan datang. Kata Agus Toyib, Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kemenkumham  Banda Aceh, saat membuka  Focused Group Discussion (FGD)   pembahasan Cagar Budaya pada masa konflik bersenjata melalui selaku membuka acara di Aula Fakultas Hukum Syiah Kuala, Banda Aceh, Kamis (16/5/2019).

Indonesia sambung Dia, mempunyai salah satu Cagar Budaya yang telah di akui oleh Dunia  Internasional sebagai warisan dunia dan di catat oleh UNESCO yaitu Candi Borobudur.
 
‘’ Indonesia  wajib melindungi Cagar Budaya dalam berbagai kondisi baik pada masa damai maupun pada masa konflik bersenjata” ujarnya.

Agus menambahkan, dalam penyusunan Undang – undang perlu adanya kajian yang matang dan menghimpun berbagai masukan (pendapat dan pertimbangan hukum) guna memperkaya referensi dan mempertajam subtansi.
 
’’penyusun yang baik  akan dapat mengetahui tantangan dan kendala yang di hadapi oleh stakeholder utamanya di daerah’’ Imbuhnya.

Lebih jauh  Dekan Universitas Syiah Kuala Ilyas Ismail menjelaskan Cagar Budaya di Indonesia Ini perlu, menurutnya dengan  adanya kepastian  Hukum maka Cagar Budaya yang  telah ada pada masa lampau dapat dilindungi keberadaanya dengan payung hukum yang jelas. 

‘’ sejauh ini cagar budaya yang ada di Indonesia sebagian hancur karena adanya dampak konflik bersenjata’’ Jelasnya.

Menurutnya , Sistem Hukum Indonesia telah mengandung beberapa peraturan terkait dengan perlindungan Cagar Budaya namun tidak spesifik dengan perlindungan pada konflik bersenjata.
 
‘’Di Indonesia banyak warisan budaya yang telah hancur akibat kesengajaan terkena efek dari konfilk bersenjata misalnya di Ambon cagar budaya yang hancur yaitu gereja Hila yang telah berdiri lebih dari 200 tahun hancur karena dibakar massa’’ ujarnya.

Sementara itu Kepala Seksi Hukum Humaniter Azharuddin menambahkan bahwa  Pelindungan Cagar Budaya yang ada pada Negara Indonesia harus di terapkan dan di tetapkan melalui Undang - Undang agar Cagar Budaya tetap terjaga dan berdiri.

“Kemenkumham melalui Ditjen AHU terutama di Direktorat OPHI sebagai Panita Tetap Hukum Humaniter (PANTAP) Indonesia , sebuah Komite Nasional Hukum Humaniter Internasional yang di bentuk bedasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Kehakiman RI No. M.01-PR .09.01-1980”.

Dia juga mengajak PANTAP memofokuskan mengisi kekosongan pada hukum tersebut dengan  melakukan kajian terhadap konverensi Internasional di bidang perlindungan Cagar Budaya pada masa damai maupun pada masa konflik bersenjata.

‘’melakukan kajian terhadap konverensi Internasional di bidang perlindungan Cagar Budaya pada masa damai maupun pada masa konflik bersenjata’’ tutupnya