Diterbitkan Tanggal: 08-Jul-2019

oleh Admin Humas

Ditjen AHU Dorong RUU HPI menuju Prolegnas

Ditjen AHU Dorong RUU HPI menuju Prolegnas

Tangerang – Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) melalui Direktorat Otoritas Pusat Hubungan Internasional (OPHI) terus menyempurnakan Hukum Perdata Internasional (HPI), HPI yang lahir sejak masa kolonial belanda berlaku diumumkan pada 30 April 1847 masih bertumpu Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesia (AB) misalnya, harta bersama akibat perceraian atas kawin campur (beda warga negara) bila hal tersebut terjadi, harta yang berada di luar Indonesia tidak bisa serta merta dapat dibagi bagi pihak yang merupakan Warga Negara Indonesia (WNI) atau masalah kepailitan yang terjadi dengan terdapat aset di negara lain yang sulit dihitung sebagai aset dalam perkara kepailatan

Tangerang – Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) melalui Direktorat Otoritas Pusat Hubungan Internasional (OPHI) terus menyempurnakan Hukum Perdata Internasional (HPI), HPI yang lahir sejak masa kolonial belanda berlaku diumumkan pada 30 April 1847 masih bertumpu Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesia (AB) misalnya, harta bersama akibat perceraian atas kawin campur (beda warga negara) bila hal tersebut terjadi, harta yang berada di luar Indonesia tidak bisa serta merta dapat dibagi bagi pihak yang merupakan Warga Negara Indonesia (WNI)  atau masalah kepailitan yang terjadi dengan terdapat aset di negara lain yang sulit dihitung sebagai aset dalam perkara kepailatan.

‘’masih menggunakan pendekatan teori Statuta sehingga sangat perlu diadakan revisi guna adanya payung hukum untuk dapat menjadi “pondasi” pengaturan HPI di masa yang akan datang’’ kata Plt Kepala Sub Direktorat HI, Azharuddin, di Hotel Santika Premiere ICE BSD City. Tangerang,Jumat (5/7/2019).

Menurutnya HPI  juga diproduksi sebagai hasil hukum setelah kemerdekaan yaitu pengaturan tentang Undang Undang (UU) Perkawinan, UU Kewarganegaraan dan UU Penanaman modal yang tertuang dalam asas Hukum Positif.

“ oleh karena itu, diperlukan aturan tertulis sebagai pedoman bagi para hakim di pengadilan dalam menangani perkara perdata lintas negara yang selama ini masih menggunakan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek)’’ Ungkapnya.

Hal yang sama juga disampaikan Pakar Hukum dari Fakultas Hukum UNPAR Bayu Seto Hardjowahono, menurutnya  Kebutuhan Hakim untuk memutus perkara perdata lintas negara menjadikan HPI untuk segera di sempurnakan.

‘’ HPI sangat dibutuhkan secara mendesak, agar keputusan yang diambil searah dengan budaya dan pemikiran bangsa Indonesia’’ ujarnya.

Dirinya juga menyebut, dengan Naskah Akademik (NA) RUU lebih kepada teori dan untuk membuat suatu naskah akademik menjadi UU harus jelas kebutuhannya, sehingga, sambung Dia, NA RUU tidak terombang ambing.

 ‘’Selain Draf harus ada tambahan pembahasan ini juga Referensi dan muatan yang perlu diperdalam dengan melihat langsung di daerah dan melaksanakan peraturan daerah secara umum dan berlaku pula hukum lain yang berorientasi syariah’’ tambahnya

 Lebih jauh  Kepala Bidang Perencanaan Legislasi Nasional, Tongam R Silaban menjelaskan bahwa Sebuah RUU dalam penyusunannya harus sesuai dengan  masalah hukum yang sedang berkembang, Sehingga kata Dia, RUU dapat menjadi produk hukum yang sesuai dengan kebutuhan.

‘’harus dilakukan kajian dan penelitian sebelum RRU disah kan’’ Ucapnya.

Menurutnya, penelitian dan kajian itu akan digunakan untuk menjadi konsep yang akan digunakan dasar merekomendasikan pembentukan UU dan HPI keperdataan Internasional. Setelah masuk long list Rencana Rancangan UU’’ tutupnya.