JAKARTA - Upaya untuk terus menciptakan transparansi atas Beneficial Ownership (kepemilikan manfaat yang sebenarnya) terus dilakukan pemerintah. Salah satu upaya tersebut adalah dengan menerbitkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No. 9 Tahun 2017 yang berkaitan dengan peran notaris terkait Beneficial Ownership. Lewat Permenkumham ini notaris sebagai pembuat perjanjian tentang pendirian badan usaha, wajib secara jelas dan transparan mengungkap siapa sesungguhnya penerima manfaat usaha sebenarnya. Permenkumham tersebut merupakan tindak lanjut kerja sama penguatan dan pemanfaatan basis data pemilik manfaat untuk mencegah tindak pidana korporasi, yang ditandatangani Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly dan sejumlah Kementerian dan Lembaga lain di Hotel Sultan, Jakarta, Rabu (3/7). Dengan melibatkan beberapa Kementerian dan Lembaga antara lain Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM, Kementerian Pertanian, Kementerian Koperasi dan UKM serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN.
''Ini semua sesuai dengan apa yang dicita- citakan oleh Presiden Jokowi dengan kabinet Indonesia maju yang fokus pada pengembangan sumber daya manusia, pembangunan infrastruktur, penyederhanaan regulasi dan transformasi regulasi'' kata Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) Kemenkumham, Cahyo R Muzhar, saat membuka diskusi Beneficial Ownership dengan Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia (ILUNI FHUI) di Salasar gedung Ditjen AHU, Jl. HR. Rasuna Said Kav. x-6/8 Kuningan, Jakarta Selatan. Jumat (25/10/19).
Dia menambahkan untuk mendorong Beneficial Ownership notaris berkewajiban untuk menciptakan transparansi saat melakukan hubungan usaha dan perjanjian dengan klien (pengguna jasa).
''Wajib memahami profil, maksud dan tujuan hubungan usaha, serta transaksi yang dilakukan pengguna jasa dan Beneficial Owner melalui identifikasi dan verifikasi'' tambahnya.
Indonesia, lanjut Cahyo, harus menjadi tempat yang mudah untuk berinvestasi, oleh karena itu, Ditjen AHU yang disebut- sebut sebagai pintu gerbang dari pendirian suatu usaha di Indonesia harus terus mengingkatkan inovasi dan memastikan hukum yang berkeadilan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
''Kepastian hukum diIndonesia juga harus dapat memastikan jika ada permasalahan hukum atau sengketa maka sistem peradilan diIndonesia harus dapat memberikan kepastian hukum yang berkeadilan'' tutupnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Ahmad Badaruddin menuturkan sampai saat ini belum ada pelaporan terkait Beneficial Ownership, padahal sudah beberapa bulan diberlakukan.
'' Sampai saat ini belum ada laporan terkait Beneficial Ownership'' ujarnya.
Dia juga menambahkan bagi Beneficial Ownership yang terdaftar sebelum perpres ditetapkan juga diwajibkan untuk melapor, dirinya mengakui masih ada beberapa kekurangan Beneficial Ownership dan harus terus di lakukan evaluasi.
'' Kami melihat masih ada beberapa hal yang masih perlu dilakukan perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut'' tambahnya.
Sementara itu Yunus Husein ahli hukum perbankan yang hadir dalam acara itu menyinggung beberapa permasalahan dalam kaitannya dengan peraturan penerapan ketentuan pemilik manfaat, Dia juga mengatakan bahwa komitmen Indonesia tentang transparansi Beneficial Ownership harus terus diupayakan untuk mencegak tindak pidana korupsi.
'' Langkah pencegahan korupsi dalam pelaksanaan Beneficial Ownership adalah penguatan kerangka regulasidan kelembagaan, penguatan basis data,pengawasan dan pemanfaatan basis data'' ucapnya.