Diterbitkan Tanggal: 26-Jul-2019

oleh Admin Humas

Ditjen AHU Lakukan Peningkatan Kompetensi Anggota PANTAP dengan ICRC

Ditjen AHU Lakukan Peningkatan Kompetensi Anggota PANTAP dengan ICRC

Tangerang – Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) merupakan koordinator Panitia Tetap Penerapan dan Penelitian Hukum Humaniter Indonesia (PANTAP) terus berupaya meningkatkan kompetensi anggotanya dengan menyelenggarakan program rutin konsinyasi Peningkatan Kompetensi Anggota PANTAP Indonesia di bidang Hukum Humaniter Indonesia. Ada banyak kewajiban PANTAP, salah satunya adalah melakukan diseminasi perkembangan Hukum Humaniter Internasional.

Tangerang – Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) merupakan koordinator Panitia Tetap Penerapan dan Penelitian Hukum Humaniter Indonesia (PANTAP) terus berupaya meningkatkan kompetensi anggotanya dengan menyelenggarakan program rutin konsinyasi Peningkatan Kompetensi Anggota PANTAP Indonesia di bidang Hukum Humaniter Indonesia. Ada banyak kewajiban PANTAP, salah satunya adalah melakukan diseminasi perkembangan Hukum Humaniter Internasional.

Dalam diskusi ini Azharuddin selaku Plt. Kepala sub Direktorat Hukum Internasional Ditjen AHU menjelaskan perkembangan Hukum Humaniter Internasional meliputi perkembangan metode konflik, senjata yang digunakan, dan hubungan antara Hukum Humaniter Internasional dan Hukum Hak Asasi Manusia pada masa konflik bersenjata.

“ini sudah menjadi program rutin kita dalam mengadakan kegiatan Peningkatan Kompetensi Anggota PANTAP Indonesia dan stakeholder di bidang Hukum Humaniter Internasional” Sambutnya saat membuka acara peningkatan kompetensi anggota PANTAP di Hotel JLH Solitaire, Gading Serpong,Tangerang.(24/07)

Sebelumnya Indonesia telah menandatangani Konvensi Jenewa 1949 dan telah mengesahkan Konvensi yang dimaksud melalui Undang-Undang Nomor 59 tahun 1958 tentang Ikut Serta Negara Republik Indonesia dalam Seluruh Konpensi Jenewa Tanggal 12 Agustus 1949. Pemerintah Indonesia sendiri telah membentukan Komite Nasional Hukum Humaniter Internasional melalui Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.01.PR.09.01-1980 tanggal 2 Januari 1980 yang merupakan salah satu wujud implementasi Hukum Humaniter Internasional di Indonesia.

Kegiatan ini juga dihadiri beberapa pembicara yang berasal dari International Committee of the Red Cross (ICRC) dan Kementerian Luar Negeri. ICRC sendiri adalah organisasi kemanusiaan yang netral, imparsial dan independen. Selama manusia masih memilih konflik untuk menyelesaikan perbedaan mereka, akan selalu dibutuhkan organisasi independen seperti ICRC ini untuk membantu orang-orang yang terkena dampak kekerasan.

Dalam pokok bahasannya dijelaskan mengenai relevansi penerapan Hukum Humaniter Internasional di negara yang damai seperti Indonesia, diantaranya yaitu perlindungan Warga Negara Indonesia dan Tenaga Kerja Indonesia yang berada di luar negeri, termasuk di wilayah rawan konflik bersenjata, perbatasan negara rawan konflik, Partisipasi Indonesia mengirim pasukan militer dan polisi untuk Misi Perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di berbagai wilayah konflik, dan Posisi Indonesia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.

"ICRC terus berusaha memberikan bantuan dan perlindungan, serta memainkan peran sentral dalam mempromosikan hukum humaniter dan nengklarifikasi, mengembangkan, dan memperkuat sekumpulan hukum penting ini guna merespon realitas perang modern" Jelas Doni.

Azharuddin juga menginginkan Tahun ini PANTAP memfokuskan kerja pada penyusunan kajian wacana Pemerintah Indonesia untuk meratifikasi Protokol II Konvensi Jenewa Tahun 1999. Oleh karena itu, materi yang akan diberikan terfokus pada perlindungan Cagar Budaya pada masa konflik bersenjata.

“Hal ini bertujuan untuk menggambarkan pentingnya perlindungan cagar budaya sebagai upaya preventif melindungi memori budaya, sejarah dan peradaban Indonesia jika terjadi konflik bersenjata” Lanjut Azharuddin.

Selain itu Azharuddin menyatakan bahwa Peran Panitia Tetap Hukum Humaniter Internasional (PANTAP) lebih difokuskan penyusunan kajian Pemerintah Indonesia meratifikasi Protokol II Tahun 1999 tentang Pelindungan Dipertinggi Bagi Cagar Budaya Pada Masa Konflik Bersenjata. Tahun ini juga merupakan peringatan 20 tahun Protokol II Tahun 1999.”Oleh karena itu, pada peningkatan kompetensi ini akan dipaparkan materi tentang Pelindungan Cagar Budaya Pada Masa Konflik Bersenjata” Jelasnya.

Azharuddin juga mengatakan PANTAP merupakan komite nasional Hukum Humaniter yang paling aktif dan banyak melakukan kegiatan di bidang Hukum Humaniter Internasional di antara komite serupa di wilayah asia pasifik, banyak perwakilan dari komite negara lain yang menimba ilmu dan pengalaman PANTAP melalui forum diskusi maupun tanya-jawab sebagai bahan referensi dalam usaha mereka mengaktifkan komite nasional Hukum Humaniter di negaranya masing-masing.

“Saya ingin adanya diskusi ini kita dapat menjadi referensi bagi Anggota PANTAP Indonesia dalam menyusun kertas posisi Pemerintah Indonesia dan masukan Delegasi Indonesia dalam penyusunan rencana aksi para negara pihak Konvensi Jenewa 1949 dalam rangka pengembangan Hukum Humaniter Internasional untuk 4 tahun ke depan” Kata Azharuddin. “Hukum Humaniter Internasional selalu berkembang dari waktu kewaktu seperti modifikasi metode berperang, modernisasi senjata yang digunakan, yang pada akhirnya menimbulkan masalah kemanusiaan yang harus segera diselesaikan” Tutupnya.