BOGOR – Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) terus melakukan pembahasan tiga Rancangan Undang-Undang (RUU) yang berhubungan dengan peningkatan berusaha di Indonesia.
Ketiga RUU yang masih dibahas tersebut yakni RUU Badan Usaha, RUU Fidusia dan RUU Kepailitan dan Penundaan Pembayaraan Utang. Ketiga RUU merupakan cara dari pemerintah Presiden Joko Widodo dalam rangka menempatkan Indonesia pada peringkat 40 besar Ease of Doing Business (EoDB).
“Tujuan dari menempatkan Indonesia pada peringkat 40 besar EoDB tak lain untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat Indonesia dalam berwirausaha, khususnya bagi pelaku UMKM,” kata Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU), Cahyo Rahadian Muzhar, pada pembukaan Konsiyeer Koordinasi Penyusunan RUU Badan Usaha, RUU Fidusia dan RUU Kepailitan dan Penundaan Pembayaraan Utang, di Bogor, Jawa Barat, Rabu (31/7/2019).
Dia mengatakan Ditjen AHU sudah melakukan untuk mendorong peningkatan peringkat Indonesia melalui pembaruan regulasi, perbaikan sistem, dan reformasi kebijakan lainnya untuk memudahkan masyarakat. Namun demikian, perubahan-perubahan yang sudah dilakukan belum mampu mendorong Indonesia untuk menembus peringkat 40 besar EoDB.
“Hal ini dikarenakan masih ada regulasi setingkat Undang-undang yang dianggap mengganjal perbaikan-perbaikan yang ingin Pemerintah lakukan. Maka dari itu, memang sudah waktunya untuk melakukan pembaruan Undang-undang, dimana Ditjen AHU dipercayakan untuk melakukan perubahan 3 RUU tersebut,” ujarnya.
Cahyo mengungkapkan ada tiga garis besar substansi dalam perubahan RUU tersebut. Pertama, RUU Badan Usaha dimana RUU ini diharapkan mendukung kemudahan perizinan untuk memulai berusaha, dalam rangka meningkatkan peringkat Indonesia dalam EoDB khususnya indikator Starting Business.
“RUU Badan Usaha nantinya juga diharapkan akan mengatur tentang pendirian dan pengadministrasian badan usaha yang terintegrasi berbasis teknologi informasi untuk mendukung penerapan Beneficial Ownership (BO) di Indonesia,” kata dia.
Kedua, RUU Jaminan Fidusia yang diharapkan dapat mengoptimalisasikan penjaminan benda bergerak untuk pendanaan berusaha bagi pelaku UMKM dengan harapan mampu meningkatkan peringkat EoDB khususnya indikator getting credit.
“RUU Jaminan Fidusia juga akan mereformasi beberapa substansi terkait pendaftaran fidusia, eksekusi, dan penempatan posisi kreditor prioritas baik dalam penyelesaian utang maupun perkara kepailitan,” ungkap Cahyo.
Terakhir, RUU Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang diharapkan dapat mereformasi penanganan perkara kepailitan agar lebih berkepastian hukum, cepat dan murah. Selain itu, RUU Kepailitan ini juga diharapkan mampu meningkatkan peringkat EoDB dalam indikator Resolving Insolvency.
Lebih jauh, Cahyo menyampaikan tentunya materi yang akan diatur dalam ketiga RUU ini membutuhkan pengkajian dan penelitian yang mendalam, sehingga materi yang diatur nantinya dapat mengatur secara efektif dan komprehensif.
“Tim Penguatan Peraturan Perundang-undangan Ditjen AHU perlu berkoordinasi dan melaksanakan penyusunan ketiga RUU ini dengan semaksimal mungkin,” tutupnya.