Diterbitkan Tanggal: 11-Sep-2019

oleh Admin Humas

Yosanna Ingin Pertumbuhan Hukum Di Indonesia Semakin Cepat Dalam Penguatan Nasionalisme

Yosanna Ingin Pertumbuhan Hukum Di Indonesia Semakin Cepat Dalam Penguatan Nasionalisme

JAKARTA - Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menggelar dialog dengan Pimpinan Perguruan Tinggi bertema Diskusi “Pendapat Hukum Tentang Pembangunan Hukum Nasional Dalam Penguatan Nasionalism”. Dialog tersebut dibuka oleh Yasonna H. Laoly selaku Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) di Hotel Ambhara, Jakarta Selatan, Selasa (10/09/19)
JAKARTA - Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menggelar dialog dengan Pimpinan Perguruan Tinggi  bertema Diskusi “Pendapat Hukum Tentang Pembangunan Hukum Nasional Dalam Penguatan Nasionalism”. Dialog tersebut dibuka oleh Yasonna H. Laoly selaku Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) di Hotel Ambhara, Jakarta Selatan, Selasa (10/09/19)

Dialog Nasional ini menggandeng para pimpinan Perguruan Tinggi dalam rangka mengawal dan memastikan bahwa pembangunan hukum yang dilakukan telah sesuai dengan cita hukum, dan menguatkan nasionalisme sebagai warga dari negara yang berdaulat. 

Yasonna mengatakan nama akrabnya mengawali dialog itu dengan menyusuri perjalanan kemerdekaan Indonesia, khususnya peran dan pembangunan hukum dalam mewujudkan kemandirian bangsa dan kedaulatan negara.  Hari itu Jumat, 17 Agustus 1945, fajar belum lama memancar di ufuk timur, tapi rumah di Jalan Imam Bonjol Nomor 1, Jakarta Pusat. Sudah semalaman mereka berkumpul, membuat kesepakatan bahwa inilah saatnya, setelah sekian ratus tahun hidup dalam kubangan kolonialisme, dikumandangkan maklumat bahwa Indonesia sudah merdeka. 


Seluruh denyut  lanjut Yasonna, kesibukan yang ada di rumah Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 itulah dalam rangka menyambut hari bahagia itu. Maka, tepat pukul 10.00 WIB, Soekarno yang didampingi Mohammad Hatta dengan penuh semangat membacakan naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Dengan berikrarnya Proklamasi itu Indonesia menjadi bangsa yang berdaulat, bangsa merdeka, yang berhak mengatur gerak pemerintahannya sendiri.

“Pesan kemandirian yang disampaikan Soekarno dalam pidatonya jelang membacakan naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tersebut kian ia pertegas saat menyampaikan Pidato Trisakti tahun 1963. Dalam pidato itu, Soekarno menandaskan tiga konsep kemandirian yang ia sebut sebagai Tiga Kesaktian (Trisakti), yakni berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan.” Ujar Yasonna.
Berdaulat dalam politik, memiliki pengertian pengakuan utuh atas kekuasaan tertinggi. Kekuasaan ini memiliki kaitan dengan pengakuan kemerdekaan. Lalu berdikari dalam ekonomi. Prinsip kedua ini tidak bisa dilepaskan dari prinsip pertama, “berdaulat dalam politik”. Artinya, dengan adanya pengakuan atas kedaulatan wilayah, maka bangsa Indonesia memiliki hak pula untuk mengelola sumber daya ekonomi yang ada tanpa ketergantungan pada bangsa lain. 


Prinsip terakhir, berkepribadian dalam kebudayaan, dimaknai sebagai suatu identitas berkenaan dengan individu maupun kelompok, suku atau bangsa yang memiliki khas kebudayaan. Maka itu, konteks dari gagasan Trisakti di sini adalah kepribadian bangsa yang lahir dari akar kebudayaan sendiri, bukan dari kebudayaan bangsa lain. Kepribadian tersebut kemudian mewujud menjadi mentalitas, pengetahuan-pengetahuan, bahasa, tradisi, dan pola hidup yang membedakan identitas bangsa Indonesia dengan lainnya. 

Ketiga prinsip Trisakti ini sejatinya dijiwai semangat yang sama, yakni kemerdekaan, yang kemudian diwujudkan dalam bentuk kemandirian sikap. Dalam hal ini maksudnya percaya pada kekuatan sendiri untuk mengatur negara dan bangsanya. Dengan demikian, melalui gagasan Trisakti, Soekarno benar-benar ingin menunjukkan bentuk sikap perlawanan terhadap kaum neokolonialisme-imperialisme (nekolim).  Maka itu, Tiga Kesaktian (Trisakti) tersebut kemudian di formulasikan sebagai jalan revolusi bangsa Indonesia. Pertama revolusi politik, diarahkan agar bangsa Indonesia bisa berdaulat dalam politik, dengan mewujudkan agen perubahan politik dalam bentuk konsentrasi kekuatan nasional melalui demokrasi permusyawaratan yang berorientasi persatuan (negara kekeluargaan) dan keadilan (negara kesejahteraan).

Kedua adalah revolusi material (ekonomi), diarahkan agar bangsa Indonesia bisa berdikari (mandiri) dalam ekonomi, dengan mewujudkan perekonomian merdeka yang berkeadilan dan berkemakmuran; berlandaskan usaha tolong-menolong (gotong-royong) dan penguasaan negara atas cabang-cabang produksi yang penting yang menguasai hajat hidup orang banyak, serta atas bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya; seraya memberi peluang bagi hak milik pribadi dengan fungsi sosial. 

ketiga, revolusi mental-kultural, diarahkan agar bangsa Indonesia bisa berkepribadian dalam kebudayaan, dengan mewujudkan masyarakat religius yang berperikemanusiaan, yang egaliter, mandiri, amanah, dan terbebas dari berhala materialisme-hedonisme; serta sanggup menjalin persatuan (gotong-royong) dengan semangat pelayanan (pengorbanan). 

"Ketiga ranah revolusi tersebut bisa dibedakan tapi tak dapat dipisahkan. Satu sama lain saling memerlukan pertautan secara sinergis. Ketiganya, secara sendiri-sendiri maupun secara simultan, diarahkan untuk mencapai tujuan mewujudkan perikehidupan kebangsaan dan kewarganegaraan yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur (material dan spiritual), berlandaskan Pancasila, " Jelas Yasonna.


Acara yang digagas oleh jajaran Kementerian Hukum dan HAM bersama 100 Rektor di seluruh Indonesia ini diagendakan rutin dilakukan. Sehingga pembangunan hukum untuk Indonesia yang benar - benar merdeka secara menyeluruh bisa terlaksana.

" ini Trisakti Indonesia. Kami ingin mengajak para rektor, sebagai perwakilan dari kalangan kampus, untuk berkumpul dan berembuk bersama tentang berbagai persoalan bangsa, khususnya di bidang hukum, sekaligus mencari solusi, demi wujudnya Indonesia yang maju, mandiri, adil dan makmur, sebagaimana dulu pernah digagas Bung Karno, " harap Yasonna.