Sejak era reformasi ada kecenderungan menurunnya jumlah minat warga negara untuk membentuk partai politik walaupun begitu penguatan kelembagaan Partai Politik penting untuk membentuk suatu sistem kepartaian yang demokratis sebagaimana fungsi dan tujuan partai politik pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik.
Hal tersebut mengemuka pada seminar “Penguatan Kelembagaan Partai Politik Sebagai Pilar Demokrasiâ€yang diselenggarakan oleh Direktorat Tata Negara, Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM RI bekerja sama dengan Pusat Studi Pancasila Universitas Gadjah Mada Jum’at (14/9) di Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri (PKKH) UGM. Dalam Semi-loka ini ada beberapa narasumber yang hadir, yaitu Refly Harun (Cetro), Ganjar Pranowo (DPR-RI), Lili Romy (LIPI), A.AGN Ari Dwipayan (Dosen UGM) dan Aidir Amin Daud (Dirjen AHU)
Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum, Aidir Amin Daud melihat bahwa permasalahan di Partai Politik lebih banyak di internal partai. Akan sangat sulit menciptakan sistem kepartaian yang demokratis, apabila semua partai masih berkutat dipermasalahan manajemen organisatoris. Hal ini terjadi di Sub Direktorat Hukum Tata Negara selaku bagian yang langsung bersentuhan dengan Partai Politik. Aidir Amin Daud juga menyorot keputusan Mahkamah Konstitusi yang kurang konsisten pada pasal mengenai verifikasi Partai Politik pada Undang-Undang Partai Politik dan Undang-undang Pemilu sehingga semangat penyedehanaan parpol kurang berjalan optimal.
Aktivis Constitusional & Electoral Reform Center (CETRO), Refly Harun mempunyai pandangan yang tidak jauh berbeda. Refly menilai permasalahan parpol terletak pada dua muara, yaitu eksternal dan internal. partai politik harus membuat konstitusi partai yang benar-benar mencerminkan bagaimana fungsi partai dijalankan agar partai berjalan lebih demokratis. Sementara penataan dari luar melalui kontrol dari masyarakat yang jelas serta melalui proses perundang-undagan. “Atur semua dalam undang-undang yang jelas penegakan hukumnya. Lalu biarkan parpol mengatur diri mereka sendiri,†ujarnya. Selain itu Refly juga mempertanyakan kasus akuisisi badan hukum oleh sejumlah Partai seperti Partai SRI. Menurut Refly pengertian Partai Politik harus dikaji ulang, apakah parpol itu disebut parpol ketika dia dideklarasikan ataukah ketika memeperoleh badan hukum.
Dosen Ilmu Politik UGM, AA GN Ari Dwipayana mengibartakan partai politik adalah setan yang diperlukan. Partai politik merupakan sebuah institusi penting dan diperlukan, akan tetapi juga paling tidak disukai. Penurunan tingkat kepercayaan terhadap partai politik karena publik melihat partai identik dengan konflik, akrtel, patronase dan pragmatisme kekuasaan. “Pelembagaan partai jadi agenda mendesak. Dimulai dengan proses pemantapan parpol baik organisasi maupun individu-individu dalam partai dalam rangka menciptakan pemolaan perilaku/budaya untu menghasilkan parpol yang representatif dan mampu menjalankan fungsinya,’ paparnya
Sementara itu Wakil Ketua Komisi II DPR, Ganjar Pranowo,menyinggung tentang partai politik dalam pemilu. Ditegaskan, guna menyederhankan partai politik di Indonesi a diperlukan aturan yang jelas dan tegas. “Misalnya jangan mempermudah syarat pendirian parpol. Mengapa? Karena saat partai sudah berdiri kenyataannya banyak yang tidak bertanggungjawab,†jelasnya.
Ganjar menambahkan bahwa partai politik saat ini menghadapi berbagi persoalan pelik, salah satunya adalah kaderisasi. Menurutnya proses kaderisasi dan pendidikan politik kebanyakan partai saat ini masih lemah, meskipun begitu ada beberapa partai politik sudah melakukan kaderisasi berjenjang. Fenomena kader partai yang pindah dari satu partai ke partai lain menunjukkan bahwa kaderisasi yang dilakukan partai politik belum berhasil menanamkan loyalitas yang kuat. “Kaderisasi ini menjadi problem besar di partai politik. Untuk mengkader dan memberikan pendidikan politik pada anggotapun tak mudah, membutuhkan biaya yang tidak sedikit,†katanya. Post by idr
Humas Ditjen AHU