Diterbitkan Tanggal: 17-Mar-2022

oleh Admin Humas

Indonesia – Australia Perkuat Kerja Sama Dalam Bidang Mutual Legal Assistance in Criminal Matters

Indonesia – Australia Perkuat  Kerja Sama Dalam Bidang Mutual Legal Assistance in Criminal Matters

Jakarta - Direktur Otoritas Pusat dan Hukum Internasional (OPHI) Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kementerian Hukum dan HAM Tudiono, mengemukakan sejumlah issue mengenai penanganan Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana / Mutual Legal Assistance in Criminal Matters (MLA) dan ekstradisi. Mutual Legal Assistance atau Bantuan Hukum Timbal Balik merupakan mekanisme pemberian bantuan hukum berdasarkan sebuah dasar hukum formal, dengan mengindikasikan bantuan hukum tersebut diberikan dengan harapan bahwa akan akan ada timbal balik bantuan dalam suatu kondisi tertentu.

Jakarta - Direktur Otoritas Pusat dan Hukum Internasional (OPHI) Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kementerian Hukum dan HAM Tudiono, mengemukakan sejumlah issue mengenai penanganan Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana / Mutual Legal Assistance in Criminal Matters (MLA) dan ekstradisi. Mutual Legal Assistance atau Bantuan Hukum Timbal Balik merupakan mekanisme pemberian bantuan hukum berdasarkan sebuah dasar hukum formal, dengan mengindikasikan bantuan hukum tersebut diberikan dengan harapan bahwa akan akan ada timbal balik bantuan dalam suatu kondisi tertentu.

 

Menurutnya, Indonesia sudah memiliki perjanjian MLA dengan Australia yang telah ditandatangani pada 27 Oktober 1995. Beberapa kasus MLA sudah ditarik dan kasus lainnya masih dalam proses. Selain itu menurutnya Indonesia juga telah mengabulkan permohonan dua Warga Negara Asing untuk diekstradisikan ke Aussie atas nama Ronny Liem dan Christina Sunarwati. dan Kasus tumpahan minyak Montara.

 

“Kami juga menangani kasus montara di NTB yang sudah class action sejak 2016. Federal Court of Australia sudah menerbitkan putusan dan hakim tidak menolak jika terjadi kasus di Pulau Rote. Penalty menjatuhkan denda ke perusahaan Australia kepada para korban,” kata Tudiono, di Jakarta.

 

Selain itu Tudiono juga meminta dukungan kepada Australia mengingat hubungan kerja sama yang baik antara Indonesia dan Australia maka Indonesia meminta Australia untuk dapat mendukung Indonesia menjadi anggota Financial Action Task Force (FATF) dengan cara memberikan penilaian yang baik atas setiap upaya Indonesia dalam penenuhan rekomendasi yang ditentukan oleh FATF.

 

“Melalui Kerjasama ini kami berharap Australia dapat bersama sama mendukung Indonesia dalam Review FATF yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat adalah Juli 2022,” ucapnya.

 

Sementara itu, Linggawaty Hakim, Staf Khusus Menteri Hukum dan HAM bidang Hubungan Luar Negeri berharap Kedutaan Australia di Jakarta dapat menempatkan kembali perwakilan dari Attorney General’s Department dan/atau Otoritas Pusat penanganan ekstradisi dan Mutual Legal Assistance (MLA) seperti beberapa tahun yang lalu, mengingat hal tersebut terbukti efektif untuk koordinasi dan pelaksanaan kerja sama di bidang ekstradisi dan Mutual Legal Assistance in Criminal Matters (MLA).

 

“Perwakilan dari Attorney General’s Department dan/atau Otoritas Pusat penanganan ekstradisi dan Mutual Legal Assistance (MLA) yang ada dikedutaan Australia sangaat efektif’’ Ungkap Lingga.

 

Sejalan dengan itu, Mark Whitechurch (Counsellor Bidang Hukum, Departemen Dalam Negeri Australia) mengungkapkan pihaknya akan meneruskan ke Austrac yang selama ini menangani issue FATF dengan PPATK memang perlu dikuatkan endorsement Australia pada Indonesia. Seperti halnya usulan kerjasama dalam hal counter terrorism mengingat banyaknya kasus terorisme dan proses hukum terkait kasus terorisme yang belum selesai di pengadilan. 

 

“Kerja sama dapat berupa small working group yang dapat terdiri dari Kejaksaan, Densus 88, Kemenkumham,” tutupnya.