BALI - Presiden sebagai kepala negara dalam konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam pasal 14 Undang - Undang Dasar (UUD) 1945 memiliki hak prerogatif antara lain Presiden memberi Grasi dan Rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung. Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
Meskipun sudah tertuang dalam konstitusi sejak hampir 75 tahun, namun hingga saat ini tidak semua hak prerogatif tersebut diatur secara jelas pelaksanaannya dalam sebuah perundang - undangan sehingga banyak menimbulkan multi tafsir karena tidak dijelaskan secara rinci dan sudah tidak relevan lagi untuk diterapkan.
"Atas dasar tidak cukup relevan, serta adanya dinamika kemanusiaan dan keadilan dalam masyarakat, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia berpendapat bahwa terdapat kebutuhan hukum dalam pelaksanaan Amnesti, Abolisi dan Rehabilitasi sebagai turunan pasal 14 ayat (1) dan (2) UUD 1945, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia berinisiatif melakukan perubahan dan penyusunan mengenai Grasi, Amnesti, Abolisi, Rehabilitasi (GAAR)," kata Direktur Pidana Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Slamet Prihantara, saat memberikan sambutan dalam pembukaan Diskusi Publik Kebijakan Tim Penyusunan Perubahan Peraturan Perundang-undangan di Bidang GAAR, di Hotel Courtyard Marriot, Bali (07/07/2022).
Slamet mengatakan rencana penyusunan Naskah Akademik Rancangan Undang - Undang (RUU) GAAR dipicu dan diawali karena adanya pemberian Amnesti kepada Baiq Nuril Maknun pada tahun 2019. Hingga akhirnya pada tahun 2020 Tim Penyusunan Perubahan UU GAAR Direktorat Pidana Ditjen AHU bersama Badan Penellitian dan Pengembangan Hukum (BPHN) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) memulai langkah dengan melakukan penyusunan Kajian Urgensi Perubahan UU GAAR dengan mengadakan rapat-rapat dan pertemuan serta melakukan Focus Group Discussion di beberapa kota yang melibatkan akademisi, praktisi hukum, organisasi advokat/pengacara, kantor wilayah Kemenkumham dan Kementerian/Lembaga.
"Hal tersebut dilakukan dalam rangka mendapat saran dan masukan yang komprehensif atas urgensi kebutuhan hukum dalam pengaturan GAAR yang masuk dalam daftar usulan perubahan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020-2024 dari Kemenkumham kepada Badan Legislatif Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia," tuturnya.
Slamet menambahkan, ini merupakan perwujudan komitmen Pemerintah untuk memenuhi hak masyarakat untuk memberikan masukan terhadap pembentukan Peraturan Perundang-undangan termasuk salah satunya penyusunan Naskah Akademik (NA).
"Saya berharap dan menghimbau kepada seluruh peserta diskusi RUU GAAR di Bali ini untuk benar-benar serius dan sungguh-sungguh dalam memberikan saran masukan, output ini akan dapar menjadi bahan dukung finalisasi NA RUU GAAR yang dilakukan oleh BPHN sesuai road map pada akhir Juli 2022," pungkasnya.