Bogor – Direktur Pidana Mohamad Yunus Affan mengatakan bentuk inovasi digitalisasi birokrasi yang diyakini dapat memudahkan akses masyarakat terhadap pelayanan publik berkualitas adalah terkait masalah pembentukan bank data daktiloskopi atau arsip slip teraan sidik jari, yang dalam hal ini sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang ada pada Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU).
“Fungsi arsip adalah sebagai ingatan, pusat informasi dan sumber sejarah perlu di kelola dengan baik agar dapat memperlancar seluruh kegiatan dan proses pekerjaan kantor yang berhasil dan berdaya guna,” kata Yunus saat memberikan arahan pada kegiatan Konsinyering Pemutakhiran Data Sidik Jari dengan tema Penyelesaian Arsip Daktiloskopi Menuju Digitalisasi Arsip dalam Rangka Terbentuknya Bank Data Daktiloskopi (20/04/22).
Yunus menjelaskan, jika penataan arsip sangat berpengaruh besar terhadap pekerjaan agar dapat berjalan dengan lancar karena memiliki penataan arsip yang sistematis dan efektif. Termasuk pemeliharaan arsip teraan sidik jari, yang merupakan suatu kegiatan untuk menyelamatkan dan mengamankan arsip baik dari segi fisik maupun informasinya. Tujuan pemeliharaan ini mengarah pada usaha untuk melestarikan bahan arsip dari kerusakan.
“Arsip slip sidik jari wajib dipelihara, dirawat serta dihindarkan dari unsur-unsur perusak arsip,” ujarnya.
Yunus menambahkan, dimana era revolusi industri 4.0 telah mengubah arus perkembangan jaman dan menuntut semua serba digitalisasi pada setiap sendi kehidupan, begitu pula dengan hal kearsipan dituntut dalam bentuk digitalisasi.
“Oleh karenanya perlu upaya pembenahan penataan dan penyimpanan arsip slip sidik jari sesuai dengan sistem kearsipan modern (digitalisasi), yang merupakan upaya untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat,” ucapnya.
Dalam kegiatan yang turut dihadiri perwakilan dari Arsip Nasional RepubIik Indonesia (ANRI), Pusat Indonesia Automatic Fingerprint Identification System (Pusnafis) Bareskrim Mabes Polri, dan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil tersebut, Yunus menuturkan arsip slip sidik jari yang tersimpan diperkirakan berjumlah 10 juta lebih, namun hampir setengahnya sudah dalam kondisi yang kurang baik karena termakan usia. Hal ini disebabkan oleh cara penyimpanan arsip masih bersifat manual, di sisi lain tuntutan zaman menuntut pemerintah harus bisa memberikan pelayanan publik yang baik.
Untuk menghadapi tantangan tersebut Subdit Daktiloskopi Ditjen AHU ingin melakukan perubahan dari sistem manual menjadi sistem otomatis atau sistem modern dalam pengelolaan dan penyimpanan arsip sidik jari secara nasional.
“Sistem kearsipan nasional ini nantinya berfungsi menjamin ketersediaan arsip yang autentik, utuh, dan terpercaya serta mampu mengidentifikasikan keberadaan arsip yang memiliki keterkaitan informasi sebagai satu keutuhan informasi pada semua organisasi kearsipan,” pungkasnya.