Jakarta - Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) menggandeng Direktorat Jenderal Perundang-Undangan (Ditjen PP), Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) kembali membahas penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Jaminan Benda Bergerak. Sebab, regulasi dan pengaturan instrumen lembaga penjaminan seperti gadai, fidusia, dan resi gudang masih diatur terpisah-pisah dalam UU yang berbeda.
Dalam pembahasan ini turut hadir perwakilan dari Kementerian Investasi/BKPM, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bappenas, Instansi Pegadaian, Himpunan Bank Milik Negara (HIMBARA), dan Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI).
"Ini penting untuk memberikan dukungan dan kemudahan berusaha bagi masyarakat secara keseluruhan, sehingga kepentingannya bukan hanya untuk debitur tetapi juga terhadap kreditur dalam mendapatkan kepastian hukum," kata Direktur Perdata Ditjen AHU, Santun Maspari Siregar saat memberikan arahan pada rapat penyusunan kebijakan undang-undang jaminan benda bergerak, di Jakarta (15/11/22).
Santun menuturkan, dengan adanya undang-undang ini akan memperluas objek jaminan benda bergerak sehingga memudahkan bagi masyarakat untuk mendapatkan akses keuangan dan kepastian hukum dan mampu menyelesaikan polemik yang sering kali terjadi ditengah masyarakat.
"Di samping itu memang di tahun 2019, didorong arahan Presiden untuk Ease Of Doing Business termasuk rekomendasi dari World Bank dan Bappenas yang mendorong supaya kita melakukan revisi perubahan terhadap Undang-Undang Jaminan Fidusia menjadi Jaminan Benda Bergerak," ujarnya.
Santun juga menambahkan materi muatan dalam pembahasan kali ini menjadi semakin kompleks dan terintegrasi karena turut dihadirkan para stakeholder dan pelaku usaha di bidangnya.
"Saat ini yang kami lakukan adalah menyusun muatan dan pengaturan secara mendalam, sehingga sinergitas dukungan dan masukan serta evaluasi dari berbagai pihak sangat kami harapkan," pungkasnya.
(Agp/Nsa)